Kemulian mungkin adalah salah satu
dari sekian banyak hal yang dikejar oleh manusia dalam menjalankan hidup.
Banyak orang yang rela melakukan apa saja agar dipandang mulia oleh orang
lain. Bahkan mungkin, ada yang hidupnya
disibukkan membangun citra. Waktunya selalu disibukkan dengan memperbaiki
penampilan fisik agar dipandang baik dimata umum. Disibukkan dengan penampilan
luar tapi lupa untuk meningkatkan kualitas diri.
Banyak persepsi yang berkembang
mengenai bagaimana memperoleh kemulian. Sebagian orang menganggap kemulian
dapat diraih oleh orang – orang kaya, ada lagi yang menganggap mereka yang
memiliki kedudukan dan kekuasaanlah yang bisa menjadi mulia. Tapi satu hal yang
dapat disimpulkan bahwa banyak orang yang menilai bahwa kemul;ian dapat diraih dengan
berbagai kelebihan yang bersifat fisik.
Islam tidak kekurangan contoh – contoh
nyata tentang orang – orang yang mampu meraih kemulian dan nama mereka dikenang
sampai saat ini, baik dalam kondisi yang lapang maupun dalam kondisi
kekurangan. Ditulisan ini,ingin sedikit berbagi cerita orang – orang yang
meraih kemulian ditengah – tengah kekurangan yang dimiliki.
Tidak salah jika banyak orang
mengatakan bahwa dengan kekayaan yang dimiliki banyak kebaikan yang bisa
dilakukan. Rumah ibadah akan mudah dibangun, bisa bersedekah untuk pembanguan
rumah – rumah tahfidz. Selain itu dalam berjuang menegakkan agama Allah tidak
hanya menggunakan jiwa tapi juga harus menggunakan harta. Dan dalam sejarah
islam dan dakwah Rasul, diceritakan banyak orang – orang kaya yang mampu meraih
kemulian. Hampir seluruh sahabat Rasul merupakan orang – orang kaya yang mampu
meninfaqkan banyak harta mereka demi perjuangan dijalan Allah swt. Sebut saja
seperti, Abu Bakar ra, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.
Tapi jika ukuran kemulian seseorang
dimata Allah swt hanyalah harta, kita tidak akan pernah mendengar kisah seorang
pemuda yang cerdas dan merupakan generasi awal dalam dakwah islam pada masa
Rasul. Kita tidak akan pernah mendengar kisah pemuda tersebut jika ukuran kemulian
merupakan harta, karena pemuda tersebut tidak termasuk dalam sahabat yang kaya
raya. bahkan kondisi ekonomi pemuda ini dikategorikan ekonomi sulit. Dialah Ali
Bin Abi Thalib. Kahlifah ke empat dalam khulafaurasyidin dan sekaligus menantu
dari bagi Rasul saw.
Ali ra bekerja sebagai penimba air,
dimana setiap air yang bisa diangkatnya hanya dihargai sebutir kurma. Sebuah
pekerjaan yang tidak ringan namun “hanya” dihargai sebutir kurma. Namun
sepertinya tidak ada keluh kesah yang terlontar dari mulut Ali ra dan Istrinya
Fathimah binti Muhammad saw. Bahkan ditengah – tengah kondisi yang sulit,
mereka masih bisa bersedekah. Fatimah memberikan satu-satunya benda berharga
miliknya, seuntai kalung peninggalan sang bunda Khodijah, ketika kedatangan
pengemis yang meminta belas kasihan padanya. Mengetahui hal tersebut Rasulullah
saw tidak kuasa menahan air matanya.
Disini kita bisa melihat, bahwa
kemiskinan dari sisi harta bukanlah penyebab terhalangnya seseorang untuk
mendapatkan kemulian dimata Allah swt. Kekayaan hanyalah satu pintu dari sekian
banyak pintu untuk meraih kemulian. Dan hal itu telah dibuktikan dengan baik
oleh Ali bin Abi Thalib. Kekurangannya dari satu sisi tidak menghentikan
langkahnya untuk berkontribusi bagi kemajuan dakwah islam pada saat itu.
Sejarah islam juga dihiasi dengan
kisah orang – orang mendapatkan kemulian dengan kekuasaan dan jabatan yang
dimiliki. Sebut saja Sulaiman as, kekuasaan yang dimiliki olehnya merupakan
yang terhebat yang pernah ada dalam sejarah kehidupan manusia. Tidak ada satu
manusia pun yang mampu menandingi kekuasaan yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman
as. Atas izin Allah swt, nabi Sulaiman memiliki kekuasaan atas tumbuhan,hewan
dan jin. Dengan kekuasaan yang dimilikinya Nabi Sulaiman mampu membuat Ratu
Bilqis negri saba’ beriman dan menyembah
Allah swt.
Ada pula kisah nabi Yusuf as yang
diangkat menjadi bendahara negara pada saat itu. Sebuah posisi yang sangat
strategis dengan kekuasaan yang cukup kuat. Dan semenjak sat itulah tugas –
tugas kenabian Yusuf as mulai mengalami perkembangan yang cukup baik. Dakwah
islam pada masa Rasulullah saw mengalami titik balik dari dakwah secara
sembunyi – sembunyi menjadi dakwah terang – terangan ketika seorang yang
memiliki kekuatan yang cukup disegani di mekkah, yaitu Umar Bin Khaththab.
Pertanyaannya sekarang, jika kemulian
dalam islam hanya untuk orang – orang yang berkuasa dan kuat, maka akan sangat
malang nasib seorang Bilal bin Rabbah. Seorang budak kulit hitam yang jangankan
kekuasaan, hak atas dirinya pun tidak dimiliki oleh Bilal karena statusnya
sebagai seorang budak. Tapi status sebagai seorang budak tidak mengurangi tekad
dari sang budak untuk menyembah Allah swt dan memilih islam sebagai jalan
hidup. Walaupun ia tahu resiko yang akan dihadapinya yaitu siksaan yang dapat saja
berujung pada kematian.
Ditengah siksaan yang mendera, dibawah
himpitan batu besar diteriknya padang pasir. Tidak sedikit pun keimanan dari
Bilal memudar. Semakin keras cambukkan yang diterimanya, semaking kencang kata
“ahad” diteriakannya. Sebuah kata sebagai bentuk pengakuan atas keesaan Allah
swt. Selain itu bilal termasuk orang yang menjaga wudhunya dan membiasakan diri
shalat sunnah dua Raka’at setelah berwudhu.
Meski tidak memiliki kekuasaan
sedahsyat nabi Sulaiman yang mampu mengislamkan negri Saba’. Tetapi Bilal
memiliki cara lain dalam dakwahnya dengan suara dan lantunan adzan yang
dikumandangkannya. Begitulah cara Bilal meraih kemuliannya dimata Allah swt.
Kemuliaan tidak hanya dominasi mereka
yang mempunyai wajah yang tampan, keahlian dalam bertutur kata yang memukau
banyak orang serta kelebihan – kelebihan yang bersifat fisik lainnya. Kita
mengenal nama Mush’ab bin umair, seorang pemuda tampan dan memiliki kemampuan
yang baik dalam berbicara. Sehingga dengan kelebihan yang dimilikinya,ia mendapatkan
tugas khusus dari Rasul yaitu menyiapkan kota madinah sebagai tempat hijrah
bagi umat islam. Dengan kelebihan yang dimilikinya,Mush’ab menjalankan misi
dakwah tersebut. Kurang dari satu tahun Madinah telah futuh dan siap untuk
“menerima” rasul dan kaum muhajirin lainnya.
Kemuliaan juga bukan monopoli orang –
orang yang memiliki kelebihan dari sisi fisik. Ada seorang sahabat Rasul yang
bernama Zulaibib seorang yatim piatu yang tidak pernah tahu siapa orang tuanya
dan tidak jelas nasabnya. Tampilan fisik dan kesehariannya juga menggenapkan
sulitnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya jelek terkesan sangar.
Pendek. Bunguk. Hitam. Fakir. Kainnya usang. Pakaiannya lusuh. Kakinya
pecah-pecah tak beralas. Tak ada rumah untuk berteduh. Tidur sembarangan
berbantalkan tangan, berkasurkan pasir dan kerikil. Tak ada perabotan. Minum
hanya dari kolam umum yang diciduk dengan tangkupan telapak tangan.Begitulah
kondisi dari Zulaibib, namun dibalik segala kekurangan yang dimiliki, dia
termasuk salah satu sahabat yang sangat dicintai oleh Rasul saw.
Dengan kondisi yang seperti itu,
sangatlah sulit bagi seorang Zulaibib untuk mendapatkan istri. Hingga akhirnya
dia meminta bantuan Rasul untuk meminangkan seorang gadis. Dan Rasul
menyanggupi permintaan Zulaibib. Akhirnya dengan bantuan Rasul saw, Zulaibib
menikah dengan putri seorang pemimpin anshar. Namun disinilah letak ujian untuk
Zulaibib dan disinilah jalannya menuju kemuliaan terbentang. Disaat seharusnya
ia merasakan kebahagian menikah terdengar seruan jihad. Maka dengan segera
Zulaibib menyambut seruan tersebut hingga akhirnya ia syahid dimedan jihad.
Zulaibib Terbunuh dengan luka-luka, semua dari arah muka. Di seputarannya
menjelempan tujuh jasad musuh yang telah ia bunuh.
Begitulah cara Zulaibib menjemput
kemuliaannya. Pribadi yang begitu banyak kekurangan fisik, dipandang sebelah
mata dan mungkin sering terabaikan diantara sahabat – sahabat yang lain tapi segala kekurangan tersebut tidak membuat
Zulaibib hina dimata Allah dan Rasulnya. Tapi justru kemuliaan dimata Allah dan
Rasul saw lah yang didapatkannya bahkan Sang Rasul, dengan tangannya sendiri
mengafani Sang Syahid. Beliau saw menshalatkannya secara pribadi. Dan kalimat
hari berbangkit. “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku. Dan aku adalah bagian
dari dirinya.”
Contoh – contoh diatas telah menjadi
pelajaran bagi kita semua. Mereka meraih kemuliaan bukan atas apa yang mereka
miliki tetapi apa yang telah mereka lakukan untuk islam. Perjuangan dan
keteguhan mereka dalam memegang teguh agama ini menjadi bukti shahih atas
kemuliaan yang dimiliki. Pengorbanan yang dilakukan pun telah menggambarkan
bagaimana Rasulullah saw menaruh penghargaan setingi – tingginya bagi mereka.
Itulah beberapa contoh pribadi yang
mampu meraih kemuliaan dimata Allah swt dalam kondisi yang sulit dan kondisi
kekurangan. Kesulitan,kekurangan dan kelemahan bukan sebuah alasan untuk
seseorang untuk tidak mulia dimata Allah swt. Karena sejatinya kemuliaan
seseorang tidak ditentukan oleh siapa mereka atau apa yang mereka miliki. Tetapi
kemuliaan seorang manusia dimata Allah ditentukan oleh apa yang telah mereka
lakukan. Sehingga karya nyata bagi agama ini merupakan sebuah jalan untuk
mendapatkan kemuliaan dimata Allah.
semoga kita bisa menjadi pibadi –
pribadi yang mulia dimata Allah swt dengan kerja – kerja nyata dan kontribusi
yang kita lakukan dalam dakwah. Kerja dan kontribusi sebagai sebuah bagian dari
sejarah kebangkitan islam.
Ajaran
yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid
pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan
ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka. Apa artinya usia
panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3
baris kata yang dipahatkan di nisan kita : “Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian,
wafat tanggal sekian-sekian”.
(Syaikhut
Tarbiyah Ustd Rahmat Abdullah)
Wallahu a’lam bishawab,
No comments:
Post a Comment