Dakwah
adalah sebuah tugas mulia,yang dengannya risalah islam ini tumbuh dan
berkembang disetiap inchi bumi. Dakwah merupakan tugas yang dibebankan para
nabi dan tugas mulia ini diwariskan kepada orang – orang pilihan. Tugas mulia
ini tidak akan diserahkan kepada sembarang orang ataupun orang sembarangan. Tugas
dakwah akan diberikan kepada orang – orang pilihan. “Ummat Terbaik” seperti
itulah Al Qur’an menyebut orang – orang yang akan menyeru kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran. Mereka yang akan berada dijalan dakwah dan bertahan
diatasnya dengan segala susah senang didalamnya merupakan orang – orang yang
teruji kualitasnya. Karena seperti yang sampaikan Al Ustadz Musthafa Mansyur, “Jalan dakwah tidak ditaburi dengan
bunga-bunga, tetapi merupakan satu jalan yang susah dan panjang.
Kerana sesungguhnya antara yang hak dengan batil ada pertentangan yang nyata.
Ia memerlukan kesabaran dan ketekunan memikul bebanan yang berat. Ia memerlukan
kemurahan hati, pemberian dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil yang segera
tanpa putus asa dan putus harapan. Yang diperlukan ialah usaha dan kerja yang
berterusan dan hasilnya terserah kepada
Allah di waktu yang dikehendakiNya”
Mereka
yang telah meng-azzamkan dirinya di jalan ini tidak hanya harus memiliki energi
untuk menahan semua benturan yang akan dihadapi dalam jalan ini tetapi juga
harus memiliki “modal” agar dakwah yang dijalankan oleh aktivis dakwah menjadi
lebih produktif. Setidaknya ada 3 hal yang mesti dipersiapkan oleh mereka yang
menyebutnya aktivis dakwah.
1. Integritas
Akhlaq
Setiap
aktivis islam sudah semestinya memiliki integritas dalam hal akhlaqnya. Integritas
dalam hal akhlaq akan mampu memberikan keteladanan bagi orang – orang disekitarnya.
Walaupun memang secara definisi, dakwah merupakan proses menyeru kebaikan
dengan lisan. Akan tetapi keteladanan yang mengiringi penyampaian dengan lisan
akan membuat dakwah menjadi lebih “berbobot”. Dan bahkan keteladanan juga
memiliki “kekuatan” yang lebih dari sekedar kata – kata. “Sebuah keteladanan akan jauh lebih bermakna dibandingkan dengan 1000
kata – kata”.
Selain
itu, integritas dalam hal akhlaq juga merupakan bentuk penjagaan bagi si
aktivis dakwah itu sendiri. Sebab dakwah merupakan proses untuk mengajak orang
lain kedalam kebaikan dan menghindarkan mereka dalam kemungkaran, maka nilai –
nilai kebaikan itu sendiri seharusnya sudah terserap kedalam pribadi aktivis
dakwah tersebut, sebelum dia mulai untuk mengajak orang lain. Hal ini penting
agar si aktivis dakwah itu tidak menjadi seperti lilin yang menerangi
sekitarnya tapi justru membakar habis dirinya sendiri. Kunci dari modal yang
pertama ini adalah kemauan untuk terus memperbaiki diri.
2. Integritas
Keilmuan
Seorang
aktivis dakwah harus memiliki integritas dalam bidang keilmuan, terutama dalam
bidang keagamaan. Karena seorang aktivis dakwah akan menjadi rujukan bagi orang
– orang disekitarnya untuk mencari jawaban tentang permasalahan dalam
keagamaan. Kita memang tidak dituntut menjadi seorang yang memiliki kapasitas
keilmuan seperti imam – imam madzhab ataupun ahli – ahli tafsir dan ahli
hadist. Tapi setidaknya kita harus bisa menjadi orang – orang yang mampu
memberikan jawaban yang benar ketika mendapatkan pertanyaan – pertanyaan dari
objek dakwah kita. Pertanyaan – pertanyaan dari objek dakwah mayoritas berupa
permasalahan yang mendasar dalam islam dan lebih kepada fiqh aplikasi. Seperti permasalahan
yang sering ditemui dalam hal thaharah,shalat dan bidang – bidang fiqh lainnya
yang lebih mengarah kepada aplikasi.
Ketidakmampuan
si aktivis dakwah dalam memberikan jawaban dari pertanyaan objek dakwahnya
jelas akan mengurnagi “credit point”
dari si aktivis dakwah itu sendiri dimata objek dakwahnya. Hal ini akan berefek
kepada penerimaan seruan dari si aktivis dakwah tersebut. Tetapi jangan sampai
juga para aktivis dakwah memberikan jawaban yang asal – asalan tanpa dasar yang
benar. Kunci dari modal yang kedua ini adalah kemauan untuk terus belajar
menambah pemahaman dan memperbanyak membaca.
3. Integritas
Kemasyarakatan
Dakwah
ditujukan kepada manusia, dimana manusia yang menjadi objek dakwah merupakan
bagian dari masyarakat. Oleh karena itulah, bagi mereka yang menyebut dirinya
aktivis dakwah harus mau dan mampu terjun kedalam masyarakat dan melakakukan
proses dakwah didalamnya. Seburuk apapun kondisi masyarakat yang akan dihadapi,seorang
aktivis dakwah harus mampu masuk kedalamnya dan kalaupun tidak mampu memberikan
perubahan yang signifikan dalam masyarakat paling minimal harus mampu
mempertahankan standar keimanannya ditengah – tengah kondisi yang tidak baik
itu. Seperti yang pernah diungkapkan oleh syaikhut tarbiyah ustadz Rahmat
Abdullah “Jangan ada lagi kader yang
mengatakan, saya jadi buruk begini karena lingkungan. Mengapa tidak berkata
sebaliknya, karena lingkungan seperti itu, saya harus mempenga-ruhi lingkungan
itu dengan pengaruh yang ada pada diri saya.”
Jangan
ada lagi aktivis dakwah yang lebih memilih untuk menjauh dari lingkungan
disekitarnya, menikmati keimanannya sendiri tanpa ada usaha untuk memperbaiki
kondisi masyarakat disekitarnya. Jangan ada lagi aktivis dakwah yang lebih
memilih untuk menyendiri, tanpa ada usaha untuk mengajak orang – orang disekitarnya
agar juga dapat merasakan nikmatnya keimanan kepada Allah swt. Jangan ada lagi
aktivis dakwah yang hanya bisa mencela kerusakan yang terjadi dimasayarkat
sekitarnya tanpa mau melakukan sesuatu. Karena saat ini bukanlah waktunya kita
untuk mengutuki kegelapan disekitar kita, tapi saat ini adalah waktunya kita
untuk menyalakan lentera untuk menerangi sekitar kita. kunci dari modal yang
ketiga ini adalah kemauan untuk masuk dan menjadi bagian masyarakat, sebuuk
apapun kondisinya. Serta imunitas yang kuat untuk menjaga keimanan kita agar
tidak lebur dengan kondisi yang buruk.
wallahu'alam...