Tuesday 14 October 2014

Catatan Ini Tentang Amanah

Begitu banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari fragmen - fragmen kehidupan rasul saw dan para sahabatnya. Menjadi kewajaran jika begitu banyak pelajaran yang kita ambil dari orang - orang mulia tersebut. Karena Allah swt sendiri sudah memuji Generasi awal ummat islam ini sebagai generasi terbaik...

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.




(QS Ali Imran : 110)


Keteladanan yang diajarkan oleh Rasul dan para sahabatnya adalah keteladanan yang mencakup semua aspek kehidupan manusia, Termasuk keteladanan dari orang - orang terbaik tersebut dalam aspek gerakan dakwah serta berbagai hal yang terkait dengan dakwah. Salah satu keteladanan dari para sahabat Rasul yang bisa kita ambil pelajaran dan keteladanan adalah tentang amanah. Setidaknya kita bisa belajar dari dua orang Sahabat rasul tentang amanah, yaitu Abu dzar Al Ghifari dan Khalid bin walid.


***

Didapatkan riwayat dari Abu Dzar Al Ghifari radliallahu ‘anhu. Ia berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin?” Mendengar permintaanku tersebut, beliau menepuk pundakku seraya bersabda:
“Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanah. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut.” (HR. Muslim no. 1825)

Dari hadist tersebut ada satu pelajaran penting yang bisa terkait amanah. Yaitu, amanah (kepemimpinan) adalah sesuatu yang harus dipikul atau diberikan kepada orang - orang yang benar layak untuk memikulnya. Amanah (kepemimpinan) adalah hal yang berat, sehingga haruslah orang - orang yang "kuat" yang seharusnya diberikan amanah. Karena sejatinya, amanah kepemimpinan akan dimintai pertanggung jawaban di hari kiamat nanti. Dan jika amanah yang berat ini dipegang atau diserahkan kepada orang - orang yang lemah (tidak layak), maka kehinaan dan penyesalan yang akan diderita orang tersebut di hari kiamat nanti. Sehingga dapat diambil satu kesimpulan mengenai amanah adalah, amanah harus diberikan hanya kepada mereka yang benar - benar layak untuk mendapatkannya.

Kekuatan yang dimaksud untuk menilai layak atau tidaknya seseorang memikul amanah kepemimpinan tidak seutuhnya berkaitan dengan kekuatan fisik. Tapi kekuatan yang berkaitan dengan kualitas pribadi seseorang. Dimana kualitas pribadi inilah yang akan menunjang performa seorang pemimpin dalam menjalankan amanah kepemimpinannya. Setidaknya ada beberapa aspek yang mesti diperhatikan dalam hal kualitas pemimpin. 
1. kualitas keislaman (ruhiyah dan amal yaumi), 
2. memiliki ilmu untuk melakukan ijtihad terhadap masalah - masalah yang dihadapi, 
3. Adil dalam segala aspek, berakhlaq mulia dan dapat memegang amanah
4. Kematangan mental dan kekuatan fisik
5. Memiliki pengalaman dalam bidang yang ia pimpin 

Menjadi pemimpin merupakan amanah yang berat, menadi pemimpin berarti memikul tanggung jawab yang besar oleh karena itulah, berhati - hatilah dalam menentukkan pilihan dalam memilih pemimpin. Amanah kepemimpinan bukanlah sesuatu yang harus dicari dengan penuh ambisi tapi ketika kepemimpinan itu diserahkan kepada kita, maka menolaknya bukanlah sesuatu yang baik. 

Yang kedua, mari kita belajar dari seorang Khalid bin Walid Sang pedang Allah. Ada satu pelajaran yang amat sangat berharga terkait amanah dari kisah perjalanan hidup seorang Khalid dalam menjalankan amanah kepemimpinan yang diberikan kepadanya. Disaat puncak kecermerlangannya dalam menjalankan amanah sebagai seorang panglima perang, disaat tidak ada perang yang tidak dimenanginya ketika ia menjadi panglima perang, Sang Khalifah Umar bin Khaththab ra mengeluarkan keputusan untuk mengganti Khalid dari posisi panglima perang dengan Abu Ubaidah bin Jarrah. Dan pelajaran yang begitu luar biasa dari seorang Khalid yang bisa kita ambil adalah tidak adanya setitik pun kekecewaan pada diri Khalid bin walid kepada sang Khalifah yang menggatinya secara tiba - tiba. 

Inilah pelajaran penting yang harus selalu diingat oleh setiap aktivis dakwah yang diberikan amanah kepemimpinan. Karena sejatinya kepemimpinan adalah sebuah amanah, maka janganlah ada rasa memiliki yang berlebihan dari amanah tersebut. Sehingga sangat berat untuk melepaskannya. Karena kita adalah seseorang yang berdakwah dan menjalankan amanah kepemimpinan karena Allah swt, maka sejatinya kita harus siap jika diberikan amanah kepemimpinan. Dan karena amanah kepemimpinan yang kita jalankan karena Allah swt, maka jangan ada rasa kekecewwaan didalam hati kita jika memang amanah kepemimpinan tersebut tidak diberikan kepada kita dengan berbagai pertimbangan. Karena sejatinya yang dinilai oleh Allah swt bukan semata masalah dimana posisi kita dalam berkontribusi dalam dakwah, sebagai pemimpin kah atau sebagai jundikah. Tetapi, sejatinya yang dinilai oleh Allah swt apa kontribusi yang kita lakukan didalam dakwah. Baik sebagai pemimpin maupun jundi tetap akan mendapatkan balasan dari Allah swt sesuai kontribusi yang mereka lakukan.

Sebagai aktivis dakwah, kita layaknya potongan - potongan batu bata yang siap ditempatkan dimana saja dibangungan dakwah. Siap untuk ditempatkan dibagian puncak bangunan dan siap juga jika ditempatkan dipojok bangunan. Jangan sampai ada rasa jumawa ketika ditepatkan dipuncak dan hilangkanlah rasa sakit hati jika kita dengan sejuta potensi justru ditempatkan dibagian bawah, mari kita belajar dari seorang Khalid bin Walid yang tidak ada sedikitpun rasa kecewa ketika dicopot dari puncak "karir" kemiliterannya...

Thursday 9 October 2014

Life Is Never Flat

Menjadi hal yang wajar jika manusia memiliki begitu banyak keinginan. Karena dalam penciptaannya manusia uga diberikan akal dan nafsu, maka begitulah jadinya sifat manusia. Selalu menginginkan apa yang menurut akalnya baik bagi dirinya. Dan tidak ada yang salah dalam memiliki keinginan dan usaha mewujudkan keinginan tersebut. Masalah baru akan terjadi jika nafsu dan akal sudah lebih berkuasa ketimbang hati. Nafsu dan akal yang lebih berkuasa ketimbang hati yang tidak ada cahaya iman didalamnya akan membuat manusia menghalalkan segala cara dalam memenuhi keinginannya.

Ada satu hal yang sangat menarik terkait masalah keinginan yang dimiliki oleh manusia. Yaitu, sering kali apa yang kita inginkan tidak sama dengan apa yang kita alami. Bahkan apa yang kita inginkan ternyata bertolak belakang dengan kenyataan. Benarkah hal itu? Bukankah Tuhan berdasarkan prasangka hambaNya? Bukankah Tuhan berjanji akan mengabulkan do'a - do'a hambanNya? Lantas kenapa masih ada keinginan dari manusia yang tidak sejalan dengan kenyataan?

Maka ada jawaban - jawaban sederhana yang mungkin bisa menjawab kekhawatiran kita akan tidak dikabulkannya keinginan kita oleh Tuhan, Pertama, bisa jadi apa yang kita inginkan, apa yang kita anggap baik dan terbaik untuk kita sejatinya bukanlah sesuatu yang benar - benar baik untuk kita atau bukanlah sesuatu yang sebenarnya kita butuhkan. Sehingga, Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan tersebut tapi malah menggantinya dengan apa yang kita butuhkan meskipun tak jarang apa yang diberikan oleh Tuhan sebagai pengganti keinginan kita tersebut dirasa "pahit" dan bertolak belakang dengan keinginan kita.

Analogi sederhananya adalah seorang anak kecil yang sedang demam sangat ingin makan es krim karena menurut akal si anak dinginnya es krim dapat menurunkan panas tubuhnya. Tentu saja keinginan tersebut tidak dikabulkan oleh sang ibu meskipun si anak terus merengek untuk dibelikan apa yang dia inginkan tersebut. Karena si ibu tahu kalau memberikan apa yang diinginkan si anak tersebut saat ini bukanlah sesuatu yang baik untuk saat ini. Sebaliknya, si ibu tersebut malah memberikan obat penurun panas yang rasanya pahit kepada si anak. Mungkin seperti itulah analogi sederhana dari hubungan keinginan dan kenyataan. Bisa jadi apa yang kita inginkan bukanlah yang sesuatu yang baik untuk kita dan justru bisa jadi apa yang baik untuk kita akan terasa pahit namun akan membawa kebaikan jika kita mampu menjalaninya.

Kedua, ketika apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi maka yang harus benar - benar kita pikirkan adalah apakah benar keinginan yang kita miliki itu tidak terwujud atau malah sesuatu yang bertolak belakang dari keinginan kita adalah jalan untuk mewujudkan apa yang kita inginkan. Analoginya adalah seseorang yang memiliki keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang mapan dari sisi ekonmi justru medapati kenyataan bahwa dirinya dipecat dari tempatnya bekerja. Mungkin saja menurut sebagian orang apa yang dia inginkan tidak tercapai atau sama seperti kata pepatah "jauh panggang dari api". Padahal jika mau dipikirkan kembali bisa jadi pemecatan yang dialaminya merupakan jalan untuk mencapai keinginannya. Yupks, dengan pemecatan yang dialaminya bisa memberikannya peluang untuk berwirausaha sehingga justru memiliki peluang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dari sebelumnya, sesuai dengan keinginannya.

atau analogi lainnya, misal seseorang yang sangat berharap untuk didekatkan dengan jodohnya justru mendapati dirinya terbaring dirumah sakit karena mengalami insiden di kejar - kejar (bukan oleh jodohnya) dan digigit oleh seekor anjing. Tapi justru insiden inilah yang mempertemukannya dengan jodohnya atau dengan kata lain keinginannya untuk didekatkan dengan jodohnya terwujud meski harus melalui jalan yang agak tidak mengenakkan terlebih dahulu. Tuhan memang akan mengabulkan do'a serta keinginan kita, tapi Tuhan juga punya kuasa untuk menentukkan bagaimana "skenario" agar kita mencapai apa yang kita inginkan. Bisa jadi kesulitan, kepahitan, kegetiran atau apa saja yang kita anggap bertolak belakang dengan keinginan kita justru merupakan hal - hal yang medekatkan diri kita kepada apa yang kita inginkan. Dengan catatan, tidak ada kata menyerah dan putus asa ketika dihadapkan dengan semua hal tersebut.

Sudah menjadi keinginan semua orang agar keinginannya tercapai dan dihindarkan jauh - jauh dari masalah serta kesulitan. Akan tetapi kehidupan ini tidak akan pernah selamanya berjalan datar - datar saja tanpa adanya "gelombang" masalah dan "riak - riak" kesulitan. Sehingga yang kita butuhkan bukanlah kehidupan yang tanpa masalah karena itu adalah sesuatu yang amat sangat tidak mungkin. Tetapi yang kita butuhkan adalah kesabaran dan berbaik sangka. Kesabaran dalam menghadapi setiap proses dalam mencapai keinginan kita dan prasangka yang baik terhadap hasil yang didapatkan dari proses yang sudah dijalankan, apapun hasilnya. Apapun Yang Terjadi Kita Tetap Bersyukur...

Dengan kesabaran dan prasangka yang baik terhadap kehendak Tuhan, Inshaa Allah apapun yang terjadi akan terasa lebih indah, bahkan akan terasa lebih indah dibanding dengan cerita - cerita FTV...