Wednesday 12 September 2012

Belajar Dari Generasi Terbaik

Dalam sejarahnya dakwah islam yang dibawa oleh Rasul pernah melahirkan sebuah generasi yang menyejarah,sebuah generasi terbaik yang pernah ada dalam sejarah kehidupa islam. Mereka adalah generasi yang kemuncullannya tidak akan terulang lagi untuk kedua kalinya. Walaupun terdapat beberapa tokoh atau pribadi tertentu disepanjang masa namun kemunculannya tidak akan dalam jumlah yang besar dan terkumpul dalam satu tempat. Mereka adalah generasi yang muncul diawal berdirinya dakwah ini.
Mereka adalah generasi yang memang telah teruji kualitasnya, dengan berbagai cobaan yang dialami tetap tegar berdiri dijalan dakwah.meskipun siksaan sering dihadapi tapi tak pernah goyah dalam memelihara keimanan didalam dada. Pun pada saat musuh menggoda dengan kesenangan dunia, tak sedikitpun hati terlena karenanya. Mereka adalah generasi sahabat ang telah berjuang bersama – sama dengan Rasul dalam menghidupkan dakwah ini diawal kemunculannya. Oleh karena keistimewaan itulah sepertinya menjadi sanga penting untuk mengkaji bagaimana keistimewaan ini dapat mereka dapatkan. Dan kita dapat mengambil pelajaran darinya. Pelajaran yang dapat membuat kita menjadi lebih baik lagi dijalan dakwah ini, jalan dakwah jalan yang dipilih oleh para nabi.
Jiak kita pikirkan lebih jauh lagi sebenarnya ada benang merah yang menghubungkan kita dan generasi sahabat yang benar – benar istimewa tersebut. Yaitu, Al qur’an yang menjadi sumber petujuk dari kehidupan dan juga sebagai manhaj kita dalam berdakwah masih ada dan masih terjaga kemurniannya. Dan juga hadis sebagai penjelasan terhadap Al qur’an serta petujuk – petunjuk dari perjalanan serta sirah hidup baginda Rasul masih begitu terang didepan mata. Kedua hal itu juga ada pada masa sahabat dan kedua hal itu jugalah yang menjadi pegangan oleh mereka. Lantas apakah yang mebedakan antara Al qur’an dan hadist pada saat ini dengan zaman para sahabat terdahulu?
Yang berbeda bukanlah Al qur’an dan hadist, karena keduanya adalah warisan yang ditinggalkan oleh Rasul untuk seluruh umat yang dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan. Tetapi perbedaannya adalah pada pribadi kita sendiri,perbedaannya adalah cara kita dalam memperlakukan Al qur’an serta hadist. Perbedaannya terletak pada cara kita dalam menggunakan Al qur’an dan hadist. Perbedaannya terletak dalam hati kita,niat kita dalam mempelajari serta mentadaburri isi dari Al qur’an. Mari kita simak perbedaannya yang dikemukkan oleh Sayyid Qutbh dalam bukunya  Ma’alim fi atthariq.


1.      Kemurnian sumber
Para sahabat yang hidup pada zaman Rasul hanya memiliki satu sumber petunjuk kehidupan yaitu Al qur’an. Mereka tidak menggunakan yang lain sebagai petunjuk hidup mereka. Mereka bersih dari pemikiran – pemikiran lain yang ada pada saat itu, yang mengelilingi jazirah arab. Rasul benar – benar menjaga agar para sahabat hany belajar dan mengambil pelajaran dari Al qur’an bukan dari yang yang lain. Sedangkan hadit dijadikan sebagai penjelasan dari isi Al qur’an. Petunujuk utama yang dipakai tetaplah Al qur’an. Pun dengan kitab – kitab yang terdahulu tidak digunakan oleh Rasul dalam memberikan pengajaran kepada para sahabatnya. Dalil yang terang atas keadaan ini ialah kemurkaan Rasulullah SAW ketika beliau melihat Sayyidina Umar bin Al- Khattab R.A. ada memegang sehelai kitab Taurat. Melihat keadaan ini beliau pun bersabda: “Demi Allah sekiranya Nabi Musa masih hidup bersama-sama kamu sekarang pun, tidak halal baginya melainkan mesti mengikut ajaranku.”(Hadis riwayat Al-hafidz Abu Ya'la dari Hammad dari Asy-sya'bi dari Jabir)
Rasul bertujuan untuk membentuk sebuah generasi yang bersih hatinya, bersih pemikirannya dari sembarang sumber yang dapat mengotori pemikiran serta merusak hati para sahabat sehingga akhirnya tebentuklah sebuah generasi yang gemilang dengan berbagai prestasi yang diukir olehpara sahabat dalam dawah  islam yang mereka jalani.  
2.      Cara menerima Pengajran
Hal kedua yang mungkin dapat kita pelajari dari para sahabat adalah cara penerimaan Al qur’an yang mereka lakukan. Para sahabat ketika mendapatkan tambahan ayat yang diberikan oleh Rasul, mereka layaknya prajurit yang mendapatkan surat perintah, dengan serta merta mereka akan mengerjakan apa yang ada didalam surat perintah tersebut. Begitu juga para sahabat, dada mereka bergemuruh, semangat mereka membara ketika mendapatkan tambahan ayat yang diberikan oleh Allah melalui Rasul tanpa membuang banyak waktu mereka akan segera berusaha menjalankannya. Dan mereka tidak akan meminta tambahan hafalan ayat sebelum ayat sbelumnya dapat mereka implementasikan dalam kehidupan mereka.
Menghafal Al qur’an untuk diamalkan, mengkaji Al qur’an untuk diimplementasikan dalam kehidupan itulah yang menjadikan generasi sahabta sebuah generasi yang luarbiasa penuh dengan prestasi. Mereka tidak menjadikan Al qur’an sebagai obat pelipur lara, yang dibuka dan dipelajari ketika kesedihan datang. Mereka tidak menjadikan Al qur’an sebagai bahan bacaan yang dibaca dikala waktu senggang. Mereka tidak membaca al qur’an karena untuk mendapatkan prestasi atau prestise ketika bisa menghapal al qur’an.
3.      Melepaskan diri dari kejahiliyahan
Seseorang yang telah berislam, sudah sepatutnya melepaskan dirinya dari segala aktivitas jahiliyah dimasa lampaunya sebelum ia berislam. Seorang muslim haruslah berislam secara kaffah, jangan setengah – setengah tetapi harus berislam secara menyeluruh. Ketika seseorang telah berislam maka akan ada jurang pemisah antara kehidupannya dimasa kini dengan masa lampau ketika ia belum berislam. Sebagai seorang yang telah berislam maka ia harus mengambil islam secara menyeluruh karena islam merupakan sebuah agama yang syamil yang mengatur setiap sendi kehidupan manusia, maka sudah seharusnya kita mengikuti segala aturan islam dalam segala bidang.
Pelepasan diri dari segala bentuk kejahiliyahan dimasa lampau merupan salah satu bentuk dari penjagaan terhadap keislamanya sendiri. Karena ketika kita masih menyimpan “sisa – sisa” kejahiliyahan dimasa lampau maka kita akan menjadi sangat mudah untuk terjerumus lagi kedalam kejahiliyahan. Kita dapat membandingkan kehidupan para sahabat sebelum dan sesudah mereka berislam. Bagaimana mereka benar – benar meninggalkan segala bentuk kehidupan mereka dimasa lalunya sebelum mereka berislam.
Pelepasan diri terhadap kejahiliyahan tidak hanya sebatas bagaimana mereka menjalani kehidupan mereka. Lebih dari itu, mereka juga siap melepaskan diri dari lingkungan dan keluarga mereka yang masih dalam kejahiliyahan jika memang kebersamaan meraka dengan lingkungan dan keluarga yang masih jahiliyah itu mengancam keislaman mereka. Mush’ab bin umair adalah contoh nyata dari pelesan diri dari kejahiliyahan secara keseluruhan. Mush’ab bin umair memilih untuk meninggalkan keluarga dan segala kehidupan mewahnya demi untuk menjaga keislamanya. Dari seorang yang dikenal dengan parlente menjadi seorang yang ketika beliau wafat, kain kafan yang digunakan tidak mampu untuk menutupi seluruh tubuhnya. Hal ini mampu dilakukan oleh mush’ab karena ia menyadari bahwa Allah swt telah membeli diri dan harta nya dengan surga dan sesisinya ketika ia masuk kedalam islam. Hal itulah yang membuat ia mampu melepas segala kehidupannya dimasa lampau untuk mengejar hal yang lebih indah.

No comments:

Post a Comment