Islam
merupakan sebuah kebaikan, intisari dari kebaikan dan hal yang paling baik yang
pernah ada. Sedangkan dakwah merupakan proses menyapaikan kebaikan itu sendiri
kepada seluruh manusia. Dan manusia sebagai objek kebaikan tersebut memiliki
fitrah kecondongan kepada hal – hal yang baik. Manusia secara alamiahnya akan
lebih memilih hal – hal yang baik untuk dirinya. Oleh karena itulah seharusnya
manusia mau menerima apa yang dibawa oleh para penyeru dakwah,apa yang
disampaikan oleh aktivis dakwah. Yaitu nilai – nilai kebaikan yang terkandung
didalam islam.
Tetapi
kenyataannya ternyata tidak semua manusia mau menerima dakwah islam. Bahkan lebih
dari itu ada orang – orang yang berbalik membenci dakwah ini. Pertanyaannya apakah
dakwah islam yang menyebabkan penolokkan? Atau kah nilai – nilai islam itu sendiri
yang membuat mereka benci? Sangat tidak logis menyalahkan dakwah karena dakwah
adalah proses kerja untuk menuju kebaikan. Apalagi jika kita menunjuk nilai –
nilai islam yang menjadi muatan dakwah, karena ia turun langsung dari Sang
pemiliki kebaikan diseluruh alam semesta. Oleh karena itu yang paling logis
untuk dikoreksi ketika terjadi penolakkan terhadap dakwah dan islam adalah
pelaku dakwah atau subjek dakwah yang lebih dikenal dengan aktivis dakwah itu
sendiri.
Penolakkan
dan rasa benci yang muncul terhadap dakwah itu sendiri seringkali disebabkan
karena si aktivis dakwah tersebut. Baik karena kesalahan dalam proses yang
dijalankan ataupun faktor internal pribadi dari saktivis dakwah tersebut. Salah
satu kesalahan yang dilakukan oleh aktivis dakwah adalah gagal dalam membangun
integritas pribadi ditengah – tengah objek dakwahnya. Kegagalan membangun citra
dan nilai – nilai positif yang tampak dan terasa ditengah – tengah objek dakwah
kita. Sehingga dakwah yang disampaikan, nilai – nilai islam yang disyiarkan
terasa “hambar” tanpa ruh.
Membangun
integritas pribadi berarti mampu membangun citra dan nilai – nilai positif yang
ada dalam dirinya. Menampakkan hal – hal positif tersebut sehingga kebaikan –
kebaikan yang ada dalam diri kita mampu dirasakannya kebermanfaatan ditengah –
tengah objek dakwah. Atau dengan kata
lain integritas pribadi seorang aktivis dakwah adalah sebuah bentuk keteladanan
yang diberikan ditengah – tengah objek dakwah. Disinilah sebagian aktis dakwah
tidak mampu melakukannya dengan baik. Sehingga kebaikan yang ada didalam
dirinya hanya terasa untuk pribadi aktivis dakwah tersebut.
Muhammad
saw sebelum menjadi Rasu,sebelum menyapaikan kalimat tauhi dan sebelum mengajak
kepada islam telah mampu dan berhasil membangun integritas pribadi serta
keteladanan ditengah – tengah penduduk quraisy dikota mekkah. Tidak ada
penduduk mekkah yang tidak mengenal nama Muhammad bin Abdullah. Dan tidak ada yang
diketahui oleh masyarakat mekkah dari seorang Muhammad kecuali hal – hal baik
yang ada dalam diri pemuda tersebut. Puncaknya Muhammad saw diberikan gelar Al
Amin ( yang paling dipecaya) karena sikap dan kepribadian beliau yang begitu
mempesona orang – orang mekkah.
Bisa
kita bayangkan dengan begitu luar biasanya integritas pribadi yang telah
dibangun oleh Rasul. Begitu baiknya citra Rasul dimata masyarakat mekkah. Bahkan
tidak ada satupun orang dikota mekkah yang tidak mempercayai kata – kata yang
dikeluarkan oleh Rasul. Dakwah yang dilakukan oleh Rasul masih sangat berat. Sepuluh
tahun dikota mekkah,Rasul pernah merasa begitu sedih karena sedikitnya jumlah
orang yang bergabung dengan islam. Pertanyaan sekarang bagaimana dengan kita? Wajar
saja jika dakwah yang kita lakukan belum menghasilkan apa – apa, belum
menyentuh siapa – siapa. Karena diri kita ini pun belum pantas mendapatkannya.
Setidaknya
ada tiga hal yang bisa kita lakukan dalam membangun integritas pribadi. Yang saya
menyebutnya “3 kesholehan”. Yang jika seorang aktivis memiliki tiga kesholehan
ini maka ia telah berhasil membangun integritas pribadi yang baik ditengah
masyarakat. Dan ia telah mampu menjadikan dirinya sebagai teladan ditengah –
tengah objek dakwahnya.
Pertama,
kesholehan ibadah. Artinya seorang aktivis dakwah harus baik dari sisi ibadah. Baik
dari sisi kuantitas (jumlah) ibadah yang dilakukan dan kualitas ibadahnya. Termasuk
juga dalam kesholehan ibadah ini adalah apa yang disampaiak imam syahid Hasan
Al Banna dalam muwashaffat yaitu “shahihul
Ibadah”. Atau dengan kata lain ibadah yang benar. Benar dalam tata cara
pelaksanaan yang terbebas dari segal bid’ah. Dan juga benar dari sisi niat yang
hanya tertuju kepada Allah swt. Membangun kesholehan ibadah merupakan hal
penting, sebab intisari dari dakwah adalah mengajak manusia untuk beribadah
kepada Allah swt. Sehingga dalam prinsipnya seorang aktivis harus mampu
melakukan ibadah sebelum negajak orang lain. Hal ini diperlukan agar terhindar
dari cap negatif dari objek dakwah dan azab Allah swt.
Yang
kedua, adalah kesholehan secara sosial. Artinya seorang aktivis dakwah harus
baik secara sosial. Mampu bersosialisasi ditengah – tengah objek dakwahnya
serta mampu berkomunikasi dengan baik kepada seluruh objek dakwahnya. Termasuk juga
dalam kesholehan pribadi adalah memiliki simpati dan empati kepada seluruh
objek dakwah. Kedua hal itulah yang diperlukan untuk membangun dan menciptakan
hubungan sosial yang baik dengan seluruh objek dakwah.
Sebagai
yang pernah dicontohkan oleh Rasul adalah bagaimana rasul memiliki rasa empati
yang begitu besar dengan berkunjung kerumah orang yang sering menghina dan
meludahinya ketika orang tersebut jatuh sakit. Dan jelas dampak dari empati
yang diberikan Rasul adalah keberislaman orang tersebut. Kesholehan pribadi ini
bertujuan untuk mengkomunikasikan dan mensyiarkan kesholehan ibadah seorang
aktivis dakwah kepada seluruh objek dakwahnya. Oleh karena itulah, setelah
seorang aktivis dakwah mampu membangun kesholahan dalam hal ibadah yang harus
dilakukannya adalah membangun kesholehan sosial. Atau dengan kata lain
bagaimana menjadi pribadi yang menyenangkan dan diterima ditengah – tengah objek
dakwah.
Yang
terakhir adalah kesholehan politik atau kesholehan kepemimpinan. Maksudnya adalah
seorang aktivis dakwah harus memiliki kecakapan atau kemampuan dalam hal
memimpin. Memimpin dalam artian bagaimana kehadiran seorang aktivis dakwah
ditengah – tengah objek dakwahnya harus memberikan manfaat yang besar. Kehadirannya
harus mampu memimpin rekan – rekannya menuju perbaikan diri. Jangan sampai
kehadiran seorang aktivis dakwah ditengah objek dakwahnya tidak memberikan
dampak apa – apa. Atau dengan kata lain hadir atau tidaknya dia dalam komunitas
tersebut sama saja. Maka jika itu yang terjadi maka kita gagal memiliki
kesholehan dalam hal kepemimpinan.
Kesholehan
dalam hal kepemimpinan juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang baik
seorang aktivis dakwah untuk menjadi problem
solver untuk setiap masalah yang dialami oleh orang – orang yang menjadi
objek dakwahnya. Kesholehan kepemimpinan bisa diartikan sebagai kebijaksanaan
dalam memberikan masukkan dan solusi atas setiap permasalahan yang terjadi. Hal
yang sama yang pernah dilakukan oleh Rasul ketika Rasul memberikan solusi yang
brilian untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara kabilah yang ada
dimekkah dalam masalah peletakkan hajar aswad.
Tiga
hal itulah yang harus dimiliki oleh setiap aktivis dakwah untuk membangun
integritas pribadi dan memberikan keteladanan ditengah – tengah objek dakwah. Dan
ketiga hal tersebut akan mampu kita dapatkan dengan menjalani proses tarbiyah
dengan baik.
Wallahu
a’lam bisshawwab.
No comments:
Post a Comment