Thursday 10 June 2010

qiyadah wal jundiyah

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan bantulah mereka dengan cara yang baik (An-Nahl: 125)

Ayat di atas merupakan salah satu perintah yang menunjukkan wajibnya berdakwah. Termotivasi dari seorang sahabat tentang sejauh mana sikap sami’na wa atho’na pada seorang qiyadah..

… sami’na wa atho’na pada qiyadah sudah seharusnya dilakukan. Namun.. tetap dengan catatan sejauh mana kebermanfaatannya untuk kemaslahatan umat. Belajar taat dengan menumbuhkan tsiqoh bil qiyadah (percaya pd pemimpin) dengan cara interaksi langsung sehingga melahirkan kebersihan hati, loyalitas dan pengakuan akan keluasan wawasan dari sang qiyadah tersebut.

Semoga simbiosis mutualisme antara qiyadah wal jundiyah yang dibingkai atas nama dakwah ini kan berbuah mardhotillah. Sebab.. meski konsep tertata rapi, prinsip dan sistem yang matang, namun ketika motor penggeraknya tidak ada, ya sama saja.. stagnan atau parahnya berhenti.

Ketaatan bisa direfleksikan dari ruhul istijabah (semangat menjawab seruan). Ketika qiyadah kita mengamanahi untuk melaksanakan sesuatu.. ya.. kita mencoba tanggap.. segera melaksanakan amanah tersebut. Ini akan berguna bagi kita kelak atau saat ini khususnya dalam nya’bi (dakwah masyarakat) yang menuntut kepekaan sosial yang tinggi.

Tidak mudah memang.. apalagi seorang kader ideal (sebagai catatan kader kampus) yang dituntut organisasi baik, dakwah baik, akademis baik. Tapi itulah jalan manis yang harus dilalui untuk membiasakan kita dengan hal-hal yg luar biasa. Dan akhirnya kita menjadi orang luar biasa.

Sekali lagi… qiyadah juga insan biasa dengan segala alpa. Berlatih untuk tidak terpatok pada figuritas seseorang, termasuk qiyadah kita sekalipun. Karena.. semisal muncul sedikit kesalahan pada dirinya.. yang timbul adalah rasa kecewa

Dakwah yang berasal dan bertujuan hanya pada Allah. Parameter keberhasilan dari dakwah tersebut adalah semakin dekatnya subjek dakwah kepada Allah dan tercerahkannya objek dakwah sehingga ingin mendekatkan diri pada Allah.

Oleh karena itu, seorang Qiyadah haruslah:

1. Memiliki keikhlasan kepada Allah sehingga memiliki ikatan yang kuat dengan Allah. Ia juga tidak boleh meminta jabatan tersebut dan tidak boleh berambisi menduduki jabatan tersebut, karena bagi seorang muslim HARAM hukumnya menginginkan suatu jabatan tetapi WAJIB mempersiapkan diri untuk suatu jabatan. Segala keputusannya disandarkan kepada hasil syuro jamaah.

2. Adanya ikatan hati dengan jundi. Karena hanya dengan ikatan hati sesorang dapat menggerakan orang lain hingga batas maksimalnya. Karena seseorang tidak akan bisa memimpin orang lain dengan baik dan benar jika dia tidak mencintai orang lain tersebut karena Allah.

3. Membuat jundi bisa lebih baik dari dirinya. Dengan kata lain seorang qiyadah harus memiliki fungsi kaderisasi sehingga keberlangsungan roda lembaga dakwahnya bisa terus berputar. Bahkan hasil dari kaderisasinya harus bisa melebihi kompetensi dirinya sehingga kepengurusan selanjutnya bisa menjadi lebih baik dan terus lebih baik.

Semoga kita ‘MUSLIM’ bisa memimpin bangsa ini menuju suatu keadaan yang lebih baik. Semoga kita bisa membawakan cahaya ISLAM kepada kejahiliyyahan yang saat ini ada pada bangsa ini…

Arah dan tujuan kita jangan berubah. Langkah harus semakin tegap. Karena perubahan adalah kepastian. Bangkitkan semangat dan rebut setiap peluang. Jangan sibuk dengan hal tidak penting. Lenyapkan keraguan. Dan yakinlah bahwa Allah pasti membimbing kita untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.

No comments:

Post a Comment